Proyek Pelabuhan Terhambat, Nelayan Resah
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyegel pagar laut yang dibangun oleh PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) di Kampung Paljaya, Bekasi, pada 15 Januari 2025. Penyegelan ini memicu konflik antara PT TRPN dan KKP, dengan PT TRPN berencana mengadukan KKP ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Konflik ini bermula dari perbedaan klaim terkait perizinan dan berdampak pada proyek Pelabuhan Perikanan Paljaya serta nelayan lokal.
Perseteruan Izin: KKP vs. PT TRPN
Penyegelan pagar laut, bagian penting dari proyek pelabuhan senilai Rp 200 miliar, dilakukan KKP karena PT TRPN dianggap tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). PT TRPN, diwakili oleh kuasa hukumnya Deolipa Yumara, membantah klaim tersebut dan menyatakan telah mengantongi izin dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Barat sejak tahun 2023, berdasarkan perjanjian kerjasama revitalisasi Pelabuhan Perikanan Paljaya (PPI) yang mencakup pembangunan kios, perbaikan jalan, dan pembangunan kantor baru.
KKP bersikukuh bahwa PKKPRL wajib dimiliki untuk proyek pembangunan di wilayah pesisir. Selain itu, KKP juga mencatat adanya ketidaksesuaian koordinat, tumpang tindih dengan zona energi PT PLT MGU Muara Tawar, dan potensi gangguan terhadap aktivitas nelayan lokal. “Kami merasa dipersalahkan dan dirugikan atas tindakan ini,” ujar Yumara, mencerminkan kekecewaan PT TRPN.
Nasib Nelayan Lokal dan Proyek Pelabuhan
Penyegelan pagar laut ini berdampak langsung pada nelayan tradisional Kampung Paljaya. Mereka mengeluhkan berkurangnya hasil tangkapan dan kerusakan perahu akibat bambu yang digunakan dalam konstruksi pagar laut. Di sisi lain, proyek Pelabuhan Perikanan Paljaya terancam tertunda, menimbulkan ketidakpastian bagi investor dan potensi kerugian ekonomi.
Dampak | Deskripsi |
---|---|
Ekonomi Lokal | Potensi kerugian investasi dan tertundanya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. |
Nelayan Lokal | Berkurangnya hasil tangkapan, kerusakan perahu, dan terganggunya mata pencaharian. |
Lingkungan | Potensi dampak lingkungan yang belum teridentifikasi akibat tertundanya proyek. |
Hubungan Antar Lembaga | Terungkapnya potensi miskomunikasi dan kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah. |
Langkah PT TRPN dan Kemungkinan Solusi
PT TRPN berencana mengadukan KKP ke DPR, berharap DPR dapat memediasi dan mencari solusi terbaik bagi semua pihak. Beberapa kemungkinan solusi meliputi:
- Mediasi: DPR memfasilitasi dialog antara PT TRPN dan KKP untuk mencapai kesepakatan.
- Investigasi: DPR atau pihak berwenang melakukan investigasi untuk mengklarifikasi perizinan dan prosedur yang telah dilakukan.
- Proses Hukum: Jika mediasi gagal, kemungkinan PT TRPN akan menempuh jalur hukum.
Saat ini, belum ada tanggapan resmi dari DPR maupun KKP terkait rencana pengaduan PT TRPN. Situasi ini masih berkembang dan membutuhkan pemantauan lebih lanjut.
Mengapa Koordinasi Pemerintah Menjadi Sorotan?
Konflik ini menyoroti pentingnya koordinasi yang efektif antar lembaga pemerintah, khususnya dalam proses perizinan proyek pembangunan di wilayah pesisir. Tumpang tindih kewenangan antara DKP Jawa Barat dan KKP, serta perbedaan interpretasi regulasi, menjadi akar permasalahan. Beberapa pakar berpendapat bahwa transparansi dan komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan publik sangat penting untuk mencegah konflik serupa di masa mendatang.
Perlu ditekankan bahwa informasi yang tersedia saat ini masih terbatas. Mungkin ada perspektif dan data lain yang belum terungkap. Penelitian lebih lanjut tentang dampak ekologis dan ekonomi dari proyek ini juga diperlukan. Oleh karena itu, kesimpulan yang diambil saat ini mungkin bersifat sementara dan dapat berubah seiring perkembangan kasus.